Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sesimpel Pembiasaan, Sesulit Penjagaan



IMMPOS.COM - Beberapa waktu lalu, seorang ahli lingkungan; Jenna R. Jambeck, mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada posisi kedua dunia sebagai negara penyumbang sampah plastik ke lautan dengan laju 0,52 kg sampah/orang/hari atau setara dengan 3,22 MMT/tahun. Hal serupa diperkuat oleh data yang diambil oleh SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional), mengungkapkan sampah yang dihasilkan dalam 275 kabupaten/kota se-Indonesia sejumlah 33,171,983.20 (ton/tahun) sedangkan Sampah Tidak terkelola sebesar 40.59% atau setara dengan 13,464,235.28 (ton/tahun) sehingga diperkirakan setiap tahun Indonesia memproduksi sebanyak 1,29 juta metrik ton sampah plastik Indonesia berakhir di lautan. Angka yang cukup fantastis ini sejalan dengan bonus demografi Indonesia yang sukup tinggi sebanyak 273 juta jiwa.

Hal ini, tidak serta merta tidak berdampak pada lingkungan. Terlansir dalam Nationalgeographic.co.id - Topik sampah plastik semakin marak menjadi perbincangan masyarakat dan berbagai lembaga terkait. Perilaku penggunaan produk plastik sekali pakai berimbas pada pencemaran lautan.

Salah satu produk plastik sekali pakai yang menyumbang polusi laut ini adalah botol kemasan dan sedotan plastik sekali pakai. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Divers Clean Action, kelompok pemerhati lingkungan khususnya laut, pemakaian sedotan di Indonesia mencapai 93.244.847 batang setiap harinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Earth Hour Indonesia pada berita yang dilansir Ceraproduction.com, menyatakan bahwa penguraian sampah botol plastik membutuhkan waktu selama 450 tahun. Diperkirakan pada tahun 2025 setiap satu ton plastik dapat ditemukan pada setiap tiga ton ikan.

Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat konsumsi dengan penggunaan plastik oleh masyarakat kita masih tinggi, oleh karenanya diperlukan partisipasi masyarakat dalam pengurangan penggunaan dan penumpukan plastik. Jambeck et.al. (2015). Salah satu bentuk pengurangan sampah plastik ialah membiasakan penggunaan tumbler/ botol minum di manapun kita berada.

Kebijakan tumblerisasi atau membawa tempat minum pun sudah diberlakukan di lingkungan sekolah. Sasaran utaman ialah siswa, tenaga pendidik serta semua warga sekolah hal ini diwujudkan dalam rangka program mengurangan sampah plastik di sekolah. 

Mengapa kita perlu membiasakan untuk menggunakan botol minum daripada botol kemasan? 

Karena bahan baku tumbler atau botol minum terbilang baik dan ramah lingkungan yaitu terbuat dari Tritan stainless steel dan LDPE. Setiap material memiliki karakter dan kelebihannya masing-masing. Berikut ini detailnya:

Tritan merupakan material plastik yang memiliki durabilitas dan kekuatan sangat baik, tampilan sebening kristal dan sangat ringan.

Stainless steel merupakan tahan karat dan abrasi, mudah dibersihkan dan salah satu material insulator panas terbaik. Botol minum stainless steel mampu menjaga suhu minuman di dalamnya lebih lama
LDPE merupakan material plastik yang fleksibel namun kuat, ringan, dan ekonomis. 

Akan menjadi hal yang lumrah ketika informasi di atas hanya cukup sampai di telinga kita saja. Akan selalu ada artikel yang membahas krisis iklim dan darurat sampah plastik. Namun pada realitasnya, kita masih saja minim dalam hal praktik. Layaknya kendaraan yang berlalu lalang, maka informasi di atas juga hanya sebatas lewat di mata kita. Penulis ingin mengajak pembaca untuk senantiasa sadar akan peruabahan lingkungan dari waktu ke waktu. Senantiasa peduli akan lingkungan yang tidak pernah terlepas dari aktifitas kita sehari-hari. Terlebih sebagai organisasi yang membawa nilai-nilai IMM yaitu HUMANITAS, tidak akan sampai pemaknaan sesungguhnya jika kita masih tetap khilaf tidak memanusiakan lingkungan. Jangan lupa jadi manusia sama-sama. 

Sekian. 


Oleh : Afiatun Nisa
(Kader IMM HOS Cokroaminoto UNNES)
Naufal Afif
Naufal Afif Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Posting Komentar untuk "Sesimpel Pembiasaan, Sesulit Penjagaan"