Reorientasi Abadi Perjuangan IMM

Daftar Isi


Pekikkan "abadi perjuangan" pada hymne IMM selalu dilantangkan sebagai spirit perjuangan untuk menggapai tujuan mulia IMM disetiap kegiatan dan perkaderan. Ikhtiar dan upaya itu tak pernah surut sampai milad ke-61 (14 maret 1964-14 maret 2025) sekarang. 

Banyak hal dinamika yang mengarungi perjalanan panjang IMM ditataran akar rumput, nasional bahkan internasional kendati menghadapi dialektika problem. Ia tak mengenal patah arang dalam berjuang. Ini menjadi wujud kongkret mengusahakan terwujudnya akademisi islam yang mewarnai segala lini kehidupan dalam rangka membumikan masyarakat madani.

Istilah perjuangan disetiap gerakan pasti punya versi dan trademarknya masing-masing. Sebutlah kata perjuangan yang dipakai oleh cak nur untuk ideologi HMI, Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang mengaitkan dengan buku Sutan Syarir dalam buku Perjuangan Kita. Judul buku itu ternyata diilhami oleh karya Adolf Hitler yang berjudul Mine Kampft (Perjuanganku). Implikasi perjuangan yang dilakukan menjadi sebuah proses tanpa ada jalan henti sampai membuahkan hasil.

Sayangnya dari kita, sebagian pemaknaan abadi perjuangan selalu diinterpretasikan secara peyoratif dalam perbincangan. Ini disebabkan sedikitnya dan kerapkali tirakat nan puasa dalam pemanataan struktural karir politik sehingga makna abadi perjuangan disifati stagnan. Disisi lain, masuk dalam struktural politik terkesan sebuah pencapaian dari akumulasi perjuangan. Keliru. Padahal ketika kita berefleksi lebih dalam, perjuangan sungguh elok tatkala dilakukan secara non struktural dan struktural sekaligus.

Syukurnya, pada kabinet merah putih Prabowo terdapat kader-kader terbaik IMM dalam rangka berjuang distruktural. Sebutlah, Abdul Mu'ti (Mendikdasmen), Fajar Riza ul Haq (Wamendikdasmen), Dahnil Anzar Simanjuntak (Wakil Kepala Badan Haji dan Umroh) dan beberapa struktural di legislatif, eksekutif daerah.

Tentu perjuangan di struktural dan non-struktural terdapat perbedaan, akan tetapi secara esensial harus memiliki keberpihakan yang sama. Memperjuangkan keadilan, kemanusiaan, kesetaraan. Cita-cita yang mulia itu pasti melakukan secara totalitas. Ini menjadi etika perjuangan yang niscaya punya kesediaan mengorbankan kepentingan pribadinya, baik harta, keluarga bahkan nyawanya demi terejawantahnya apa-apa yang menjadi cita-citanya.

Tahun 2025 ini dengan tema milad IMM ke-61 "Merawat IMM, Memajukan Indonesia", ialah merawat abadi perjuangan yang luhur, menolak dan melawan kebodohan secara subtansi gerakan keagamanan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan (Trilogi IMM). Tak heran, perjuangan tak ada kata henti berjalan, harus bersifat abadi dan naik level. "Gemilang sinar surya menyinari fajar harapan" merupakan satu lirik hymne yang menunjukkan inklusif-progresif. Sebab membentuk masyarakat madani harus dididik dengan ilmu pada kelas sosial apapun.

Mengutip perkataan fenomenalnya Dr. H. Said Tuhuleley (Allahuyarham), “Selagi masih ada rakyat yang miskin lagi menderita, tidak ada kata istirahat!”. Penyataan yang sarat akan perjuangan tanpa tapi dan tanpa tepi. Memajukan Indonesia harus dilakukan secara kolektif dan konektif dengan penuh perjuangan. Memetakan potensi dan kelebihan yang pada gilirannya didelegasikan secara aktif dalam integrasi-interkoneksi gerakan memajukan Indonesia.

IMM masa depan secara perjuangan menjadi permanen untuk selalu menyala dan naik level perjuangannya. Ditengah perubahan-perubahan zaman yang mutlak terjadi. Menilik Djazman Alkindi sendiri dalam tulisannya yang berjudul IMM dan Masa Depan (Sebuah Refleksi) menjelaskan bahwa antara keyakinan dan gagasan seseorang perlu memiliki hubungan timbal-balik dalam menyikapi suatu perubahan sosial. Menurutnya:

"dalam setiap perubahan, senantiasa muncul gagasan atau ide pembaharuan yang berusaha menjembatani antara ideology yang masih eksis dengan perubahan-perubahan yang sedang terjadi, dan gagasan ini hanya muncul dari orang-orang yang mampu mengadaptasikan (mengintegrasikan) nilai-nilai keagamaan dengan perubahan itu tanpa mendistorsi prinsip-prinsipnya. Memang gagasan dan ide pembaharuan pada umumnya muncul dari perorangan, karena fenomena khas dalam proses transisi adalah individuasi, sebab gagasan yang menyangkut nilai-nilai keagamaan tidak pernah muncul sebagai gagasan kolegial".

Perjuangan itu dipupuk dengan integrasi nilai Islam dan refresh gagasan untuk supaya tetap eksis gerakannya. Kader IMM diproyeksikan untuk kemudian menjadi man of ideas and man of action sekaligus man of ethics. Proyeksi ini merupakan upaya melanjutkan perjuangan kenabian (profetik) dan pendiri Muhammadiyah, kyai Dahlan. 

Realitas “perjuangan” Nabi lebih membumi dan masuk pada kancah zaman dan pergolakan sejarah manusia. Inilah yang disebut dengan aktivisme sejarah (ukhrijat linnas) yang bertumpu pada nilai-nilai Ilahiyah. Dan Kyai Dahlan melakukan implementasi ajaran al-Qur’an, namun tidak dapat dipisahkan dari refleksi dan pemikiran sebelum melangkah ke aksi. Refleksi dan pemikiran inilah yang menjadi elemen intelektualisme dalam peran beliau.

Moeslim Abdurrahman menyebut Kiai Ahmad Dahlan sebagai seorang ilmuwan sosial profetik, tokoh yang berkonsep dan mengerjakan konsepnya untuk masyarakat luas. Kehebatan beliau terletak pada kemampuannya membaca tanda zaman dan relevansi konsepnya hingga saat ini.

Menata perjuangan secara kolektif harus dilakukan, sebab hal-hal kebaikan dan kebenaran harus terorganisir dan berjama'ah dalam barisan gerakan yang seirama dan senada. Bingkai itu akan melahirkan kekuatan dan kekokohan yang dapat memudahkan setiap gerak dan langkah yang kongkret. Kader menata paradigma, pimpinan menata fullset kader (mindset, skillset, toolset), FOKAl menata jejaring.

Pada akhirnya, abadi perjuangan harus menyala selalu, juga disetiap generasi. Pekikan abadi perjuangan itu terdapat akumulasi keteladanan tokoh penggerak kepada kita melalui kehidupan dan gagasan-gagasannya. Adalah tugas kita bersama sebagai kader IMM (termasuk alumni) untuk meneruskan perjuangannya dalam struktural maupun non-struktural.


Oleh : Izzul Haq (DPD IMM Jateng) 

Posting Komentar