Muhammadiyah Perlu Dewan Syuriah
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah telah mampu bertahan selama satu abad lebih dan terus diikhtiarkan untuk mampu bertahan dan memberikan kontribusi dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini menunjukkan bahwa muhammadiyah terus berkomitmen hadir dalam setiap persoalan bangsa yang diyakini muhammadiyah sebagai darul ahdi wasyahadah. Spirit kebermanfaatan yang hidup dalam Muhammadiyah adalah sebuah kekuatan yang menjamin Muhammadiyah dapat hidup selama satu abad ini dan InsyaAllah hingga seterusnya.
Tidak terasa Muktamar Muhammadiyah-aisyiyah ke-48 tinggal menghitung hari. Puncak musyawarah yang menetapkan arah gerak dan narasi perjuangan muhammadiyah lima tahun kedepan. Tidak hanya itu, di proses ini Muhammadiyah juga kembali memformulasikan 13 nama yang bermuara pada terpilihnya ketua umum beserta jajarannya yang akan memimpin Muhammadiyah kedepan.
Sejalan dengan Prof Din
Sejalan dengan yang disampaikan Prof Din, saya sepakat jika pimpinan Muhammadiyah perlu darah segar. Tidak hanya di level pimpinan pusat tapi juga di seluruh level kepemimpinan Muhammadiyah – pusat hingga ranting.
Perlu figure-figur baru yang mandiri, berintegritas, tegas berpendirian, serta luas dan luwes dalam pergaulan. Hadirnya nafas segar dalam kepengurusan atau boleh kita sebut dengan regenerasi merupakan sunnatullah (hukum alam) yang tidak bisa kita elakkan. Regenerasi menjadi sebuah bukti bahwa dalam tubuh organisasi tercipta iklim perkaderan yang berkualitas. Sehingga boleh kita katakana bawa salah satu tolak ukur keberhasilan kepengurusan diuji dengan keberhasilan kaderisasinya. creates leader and creates leader to creates leader. Sejalan dengan firman Allah :
“Kemudian kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu semua berbuat” (Qs. Yunus: 14).
Maka darah segar / sirkulasi kader dalam tubuh Muhammadiyah adalah sebuah keharusan.
Dominasi Kalangan Tua
Muhammadiyah yang hadir membawa narasi pembaharuan dan berkemajuan ternyata terkadang harus dibenturkan dengan realitas bahwa kita lambat dalam melakukan merespon perubahan itu sendiri. Hari ini kita dengan mudah menemukan di berbagai jenjang kepemimpinan orang-orang yang seumur hidup sejak masuk ke dalam pimpinan muhammadiyah tidak pernah sekalipun berganti, bahkan terkadang hanya akan digantikan saat menghadapi kematian.
Maraknya pimpinan muhammadiyah di berbagai level kepengurusan yang menjadi pimpinan seumur hidup mengabdi (berkutat) di dalam kepengurusan Muhammadiyah memaksa muhammadiyah mengalami kemandegan dalam estafet kepemimpinannya. Hal ini membuat ruang untuk generasi dibawahnya semakin sempit, bahkan terkadang seolah tidak diberi ruang sama sekali. Terlebih di muhammadiyah dalam beberapa dekade terakhir seolah begitu kental dengan tradisi semacam “Selama si A masih ada, saya makmum saja suul adab jika saya yang menjadi pemimpin” dan narasi lainnya yang membuat pimpinan dalam persyarikatan semakin didominasi oleh generasi tua.
Tentu dengan diisi oleh generasi tua yang telah berpuluh-puluh tahun bergelut di muhammadiyah maka muhammadiyah semakin bijak, arif dan sangat berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan maupun menyelesaikan persoalan. Menghadirkan kepemimpinan yang stabil dan kokoh.
Namun disisi lain dengan didominasi oleh golongan tua, pimpinan 13 yang mestinya menjadi ujung tombak pergerakan persyarikatan dirasa lambat, kurang produktif dan bahkan mengalami kejenuhan serta kemandegan dalam menghadapi kebaharuan dan pembaharuan itu sendiri. Muhammadiyah semakin jauh dari lompatan-lompatan pembaharuan dan kratifitas progresif ala muhammadiyah.
Muhammadiyah Perlu Dewan Syuriah
Melihat realitas bahwa hari ini pimpinan didominasi golongan tua dirasa Muhammadiyah perlu memiliki suatu wahana atau ruang yang dapat mewadahi para sesepuh, kyai dan alim ulama yang usianya tidak muda lagi. Memberikan ruang yang lebih slow dan fleksibel. Bukan bermaksud menghentikan semangat juang beliau-beliau ini di muhammadiyah, namun memberikan ruang yang lebih melegakan dan proporsional. Sehingga pimpinan 13 dapat diisi oleh orang-orang yang masih powerful, gesit, sat-set dan kober.
Membawa muhammadiyah sebagai gerakan pembaharu dan berkemajuan untuk tidak gagap dan terbata-bata dalam menghadapi kebaharuan itu sendiri. Dewan syuro, dewan syuriah, dewan penasihat, dewan kehormatan atau apapun itu dirasa dapat menjadi alternatif yang membuat sirkulasi kader dalam kepengurusan di tubuh Muhammadiyah semakin lancar dan terakomodir. Ruang untuk generasi muda terbuka dan generasi tua tidak diasingkan begitu saja. Menjadi rumpun yang saling mengisi atas kekosongan dan kelemahan dalam tubuh persyarikatan.
Akhir kata, darah segar dalam tubuh Muhammadiyah adalah sebuah keharusan. Namun memberi ruang pada generasi terdahulu yang tentu lebih arif, dan bijak juga tidak boleh ditinggalkan. Sudah saatnya saling melapangkan hati dan saling membesarkan. Selamat bermuktamar Muhamamadiyah Aisyiyah ke 47, Memajukan, Mencerahkan, Menggembirakan….
Oleh : Untung Prasetyo Ilham
Ketua Umum DPD IMM Jawa Tengah 2022-2024
Posting Komentar untuk "Muhammadiyah Perlu Dewan Syuriah"