Indonesian Political Identity Issues
Politik identitas adalah isu yang memperdebatkan identitas dan hak-hak pribadi seseorang, biasanya berdasarkan agama, ras, suku, atau gender. Dalam konteks Indonesia, politik identitas seringkali dipolitisasi dan menjadi isu yang kontroversial dalam pemilu dan diskusi publik. Hal ini bisa menimbulkan diskriminasi dan konflik sosial.
Pemaknaan bahwa politik identitas sebagai sumber dan sarana politik dalam pertarungan perebutan kekuasaan politik sangat dimungkinkan dan kian mengemuka dalam praktek politik di Indonesia. Hal itu kembali naik daun ketika kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 yang mempertemukan Anies Baswedan dan Basuki Tjahya Purnama sebagai rival.
Keras dan sporadisnya politik identitas pada saat itu membuat masyarakat tersegregasi dan terbelah menjadi dua kubu yang berlawanan, Petahana versus oposisi. Cebong versus Kampret. Sebenarnya apa makna sesungguhnya dari politik identitas?
Politik identitas dapat diartikan sebagai cara berpolitik yang mengutamakan atau mendasarinya pada kepentingan kelompoknya yang dilandasi oleh kesamaan identitas tertentu, seperti agama, etnis, gender, budaya, warna kulit, dan sebagainya.
Karena itu para ilmuwan yang bergelut dalam wacana politik identitas berusaha sekuat mungkin untuk mencoba menafsirkan kembali dalam logika yang sangat sederhana dan lebih operasional. Misalnya saja Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai gerakan politik yang fokus perhatinnya adalah perbedaan sebagai suatu kategori politik yang utama.
Sedangkan Donald L Morowitz (1998), pakar politik dari Univeritas Duke, mendefinisikan: Politik identitas adalah pemberian garis yang tegas untuk menentukan siapa yang akan disertakan dan siapa yang akan ditolak. Karena garis-garis penentuan tersebut tampak tidak dapat dirubah, maka status sebagai anggota bukan anggota dengan serta merta tampak bersifatpermanen. Politik identitas adalah hal yang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dalam demokrasi (Castells, 2005 - 2010).
Pembentukan aliansi politik berdasakan kesamaan identitas, nilai, atau latar belakang adalah konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dalam demokrasi yang menjamin kebebasan. Bahkan bisa dibilang semua politik adalah politik identitas (Hall, 1995) (Hall, 2005). Politik identitas merupakan konstruksi yang menentukan posisi kepentingan subjek di dalam ikatan suatu komunitas politik sedangkan political of identity mengacu pada mekanisme politik pengorganisasian identitas (baik identitas politik maupun identitas sosial) sebagai sumber dan sarana politik (Ambardi,2011).
Politik identitas juga merupakan suatu bentuk dari pilihan politik yang berdasarkan perbedaan atau persamaan logika (Laclau Moufe, 2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa politik identitas lebih kepada sikap politik yang berfokus pada sub-kelompok dan merujuk pada aktivisme atau merujuk pada pencarian status yang dilandaskan pada katagori ras, gender, etnisitas, orientasi budaya, dan identifikasi politik lainnya (Ubed, 2002).
Politik identitas merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Politik identitas adalah nama lain dari bio politik dan politik perbedaan. Bio politik mendasarkan diri pada perbedaan - perbedaan yang timbul dari perbedaan tubuh. Dalam filsafat sebenarnya wacana ini sudah lama muncul, namun penerapannya dalam kajian ilmu politik mengemuka setelah disimposiumkan pada suatu pertemuan internasional Asosiasi Ilmuwan Politik Internasional di Wina pada 1994 (Abdilah, 2002:16).
Menurut Rektor UMJ, Ma’mun Murad, "Tidak ada yang salah berpolitik dengan mendasarkan pada identitas tertentu, selagi tetap dijalankan dalam koridor konstitusi dan tidak melabrak aturan perundang-undangan yang lainnya. Di Indonesia, praktik politik identitas telah terjadi sejak lama, mulai dari masa kerajaan, masa merebut kemerdekaan, hingga kini. Pada masa kerajaan dikenal era kerajaan Hindu-Budha dan era kerajaan Islam. Pada masa merebut kemerdekaan, kemerdekaan berhasil direbut berkat kelahiran organisasi keislaman, partai-partai Islam dan non-Islam, dan organisasi berbasis kedaerahan.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya politik identitas adalah sebuah cara berpolitik yang didasarkan pada kesamaan identitas tertentu, sangat wajar jika seorang ustadz memberikan rekomendasi kepada saudaranya sesama muslim untuk memilih calon DPRD/DPR/DPD/Presiden dari seorang yang shaleh dan memiliki track record baik dalam Agama. Ataupun sebaliknya, Seorang pastur memberikan rekomendasi kepada jama'atnya untuk memilih sesama jama'at yang taat. Itu lumrah dan tidak menyalahi demokrasi. Hal yang salah dan tidak dibenarkan, ketika memilih mendasarkan pada pertimbangan agama atau etnis dibarengi dengan menjelek-jelekan agama atau etnis lain, mengabaikan prinsip-prinsip toleransi atau keharusan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia.
Oleh : Naufal Abdul Afif S.Sos (Ketua Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik PC IMM Kendal)
Posting Komentar untuk "Indonesian Political Identity Issues"