Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Refleksi Milad IMM; Kerajaan Ikatan

Umur setengah abad lebih bukanlah merupakan umur yang sedikit dalam ukuran organisasi. Seluruh kader patut berbangga menjaga nafas perjuangan. IMM bukanlah organisasi biologis yang diwariskan dari generasi ke generasi berdasarkan darah keturunan, melainkan tampuk yang diwariskan secara garis kekaderan. Maka, mereka yang bertahan dan berjuang di IMM adalah orang yang datang dengan kesadaran penuh.

Jika diibaratkan rumah, IMM sepatutnya menjadi rumah singgah. Rumah tempat para musafir dari berbagai daerah datang menuntut ilmu. Silih berganti rumah itu diisi oleh para pencari ilmu. Merefleksi gerakan al maun yang diinisiasi oleh Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah. Gerakan al maun adalah gerakan sosial yang berdasar pada Q.S. Al maun, gerakan ini adalah tindakan yang berpihak pada korban ketimpangan sosial seperti orang miskin dan anak yatim.

Saya harus akui, IMM secara kongkrit menjadi tempat hidup saya semasa mahasiswa. Pada awal masa perkuliahan, saya hidup melalui forum pengkaderan. Kita tidak bisa berbohong, kehabisan beras di indekost adalah masalah yang pelik untuk perantau yang berstatus sebagai mahasiswa. Makanya, ketika seorang kawan menawarkan bergabung dengan forum pengkaderan hal tersbeut seperti oasis di tengah kelaparan itu.

Disitu juga saya pertama mengenal IMM. Walau sebelumnya sudah bergabung menjadi warga Muhammadiyah lewat jalur IPM. Namun, nuansa perbedaannya memang begitu terasa.

Gerakan IMM adalah gerakan mulia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Peran pengkaderan adalah proses awal yang mempengaruhi hal tersebut. Darul Arqam Dasar (DAD) menjadi pintu gerbang awal proses kaderisasi di tubuh IMM.

Sayangnya, dalam beberapa kasus DAD hanya sebuah acara penghapus dosa dalam laporan pertanggung jawaban musyawarah komisariat. Hasilnya, proses kaderisasi hanya melahirkan manusia birokratif yang gagal beradaptasi dengan perkembangan zaman.

IMM adalah organisasi kemahasiswaan yang berlandaskan Islam. Kelahiran IMM berangkat dari keresahan imperalisme pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Ruslan Abdul mengatakan risalah keislaman adalan lawan bagi imperialisme saat Belanda masih mencoba berkuasa di Indonesia, hal ini yang perlu disadari para kader dalam menghadapi persoalan kebangsaan ini.

Namun, dalam perjalanannya kaderisasi IMM gagal mencapai hal tersebut. Pencapaian dari kaderisasi IMM gagal menciptakan manusia dengan kesadaran penuh sebagaimana yang diterangkan oleh Paulo Fierre. IMM sejatinya menjadi sekolah alternatif ketika pendidikan yang disusun negara gagal mencapai tujuan pendidikan sesungguhnya.

Kita tidak berbeda jauh dengan pendidikan negara, gagal menciptakan pendidikan. Kita bahkan sampai saat bisa sepakat dengan tujuan pendidikan oleh Paulo Fiere, bahwa pendidikan seharusnya menjadikan manusa bisa berkehendak dan lepas dari rasa takut kekuasaan. Ini yang menjadi penyakit bagi para penguasa jika tujuan pendidikan seperti ini. Maka menjadi hal lumrah ketika ketimpangan terjadi di setiap sudut di Indonesia.

Ketakutan terhadap penguasa ini juga berkembang biak dengan subur dalam kubu IMM. Para penguasa baik melalui jalur struktural, melalui kuasa instruktur dan peserta, melalui relasi kakanda dan adindanya, atau bahkan yang paling kolot antara relasi kuasa gender.

Pendidikan kritis yang dicitakan oleh Paulo Fiere berubah menjadi pendidikan yang berlandaskan ketakutan atau bahkan mistis penguasa. Entah itu dari dongeng kakanda ke adindanya atau dongeng penguasa terhadap yang dikuasainya. Padahal idealnya untuk menghasilkan inovasi yang berkemajuan harus berangkat dari pemikiran kritis tanpa ketakutan oleh ototritas yang ada. Lambat laun IMM hanya berjalan seperti biokrasi, cilakanya organisasi mahasiswa yang terlihat seperti birokrasi adalah ayam tanpa kepala.

Kita memang tidak bisa mengklaim semua pola kaderisasi di IMM baik di tingkat daerah, cabang, hingga komisariat menghilangkan pendidikan kritis seperti itu. Namun, kita tidak bisa berbohong bahwa sebagian besar kaderisasi hanya menciptakan kesadaran naif bahkan kesadaran mistis.

Alih alih menjadi laboratorium gerakan teologi almaun, kaderisasi hanya menumbuh suburkan imperialisme baru. Alih alih menyelamatkan korban ketimpangan sosial, IMM hanya memelihara para penindas dan orang orang tertindas di linkungannya sendiri.

IMM bahkan menggunakan risalah keislaman dalam menciptakan ketakutan ketakutan mistisnya, mulai dari akhlak terhadap penguasa, akhlak terhadap negara, dan berbagai doktrin tentang ketakutan tentang penindas itu. Hal ini sangat jauh dari penuturn Roeslan Abdul Ghani tentang semangat keislaman yang memerdekakan bangsa. Ini bahkan hampir sama dengan cara imperialisme memecah belah bangsa ini melalui agama.

Saya percaya bahwa IMM dapat menjadi gerakan kolektif yang menumbuh suburkan semua kadernya. Namun, jika masih takut untuk meningkatkan kesadaran kesadaran kritis, baik dengan cara kajian, membaca buku, atau sekedar diskusi di warung kopi, IMM akan menjadi imperialisme baru.


Oleh : IMMawan Ian Hidayat
Naufal Afif
Naufal Afif Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Posting Komentar untuk "Refleksi Milad IMM; Kerajaan Ikatan"