Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ramadhan Sebagai Momentum Pendidikan Mental

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri" (Ar-Ra'd: 11).

Alhamdulillah, kembali kita berjumpa di Ramadhan transformatif, kali ini edisi ke 13 yang artinya kita telah melewati ibadah puasa hari ke tiga belas. Dengan harapan besar semoga kita bisa sampai garis finish Ramadhan 1444 H. Bahkan kita selalu berdoa untuk bisa bertemu dengan Ramadhan tahun-tahun mendatang. Karena ini nikmat Ramadhan tahun ini jangan sampai kita sia-siakan, meski hanya sedetik sekalipun.

Ramadhan tahun ini dan seterusnya adalah Ramadhan di tengah situasi dunia yang tidak menentu, terlebih di era disrupsi. Semua elemen sosial tidak mungkin bisa menghidarinya. Pilihannya hanya dua : apakah siap menghadapinya atau mundur menyerah, kedua pilihan ini memiliki konsekuensinya masing-masing. Ketidaksiapan masyarakat menghadapi era yang begitu cepat mengubah situasi akan berakibat kepada gangguan kesehatan mental seperti keputusasaan atas kondisi yang ada.

Terlebih keluarga, orang tua harus benar-benar bisa menjaga kesehatan mental anak di tengah kehidupan modern ini, sebab pengaruh buruknya sangat besar jika anak tidak diberikan tameng dan bekal yang mencukupi. Nah, Ramadhan transformatif kali ini akan menyoroti perubahan keluarga dengan melakukan ikhtiar maksimal untuk menjaga kesehatan mental di tengah situasi lingkungan yang mengalami dinamika yang luar biasa.

Pendidikan mental adalah pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan mental seseorang melalui peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang kesehatan mental, serta pengembangan keterampilan untuk mengelola emosi, stres, dan masalah psikologis lainnya. Pendidikan mental juga mencakup promosi kesehatan mental dan pencegahan gangguan mental.

Pendidikan mental dapat dilakukan melalui berbagai cara, termasuk melalui program-program pelatihan, seminar, konseling, dan dukungan kelompok. Tujuan utamanya adalah membantu individu mengembangkan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan untuk mengelola emosi, mengatasi stres, dan meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan. Pendidikan mental penting karena masalah kesehatan mental semakin umum terjadi di masyarakat. Pendidikan mental dapat membantu mencegah masalah kesehatan mental dan membantu individu yang sudah mengalami masalah kesehatan mental untuk pulih dan berfungsi secara optimal.

Terkadang disatu sisi, masyarakat terjerat kepada kemiskinan yang akut hingga putus asa atau melakukan tindakan kriminal, namun di sisi lain ada orang yang justru melakukan flexing. Keduanya tentu saja merupakan fenomena kesehatan mental pada masyarakat modern ini. Flexing atau yang juga dikenal dengan istilah "flaunting" adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang untuk menunjukkan kekayaan, keberhasilan, atau prestise sosial melalui cara yang mencolok atau berlebihan. Flexing seringkali terlihat di media sosial, seperti Instagram atau TikTok, di mana seseorang memposting foto atau video tentang barang mewah, liburan yang mahal, atau prestasi akademik atau profesional yang dianggap menonjol.

Flexing dapat mendorong orang untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan membuat mereka merasa tidak puas atau rendah diri. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Terlalu fokus pada penampilan, status sosial, atau materialisme dapat menyebabkan seseorang kehilangan makna hidup dan merasa kosong di dalamnya. Flexing sebagai upaya untuk menjaga citra publik yang sempurna dan mencolok dapat menyebabkan kelelahan emosional dan kecemasan yang berlebihan.

Flexing dapat mendorong seseorang untuk menghabiskan uang mereka pada barang-barang mewah atau pengalaman mahal yang sebenarnya tidak terjangkau bagi mereka. Hal ini dapat mengakibatkan masalah keuangan dan hutang yang berkelanjutan. Flexing dapat menjadi cara seseorang untuk mendapatkan perhatian atau penerimaan sosial. Namun, ketergantungan pada penerimaan sosial dan pengakuan dapat menyebabkan perasaan tidak aman dan kecemasan.

Kembali ke masalah keluarga, banyak faktor eksternal yang sebenarnya dapat mempengaruhi kesehatan mental anak, beberapa di antaranya adalah: Pertama, Pengalaman Traumatis. Anak yang mengalami pengalaman traumatis, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, kecelakaan, atau bencana alam, dapat mengalami dampak negatif pada kesehatan mental mereka. Kedua, Perilaku Orang Tua. Perilaku orang tua, seperti kurangnya perhatian, ketidakstabilan emosi, atau kekerasan, dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental anak. Maka, keluarga harus benar-benar mengubah pola pendidikan kepada anak-anak di rumah.

Ketiga, bullying. Anak yang menjadi korban bullying dapat mengalami dampak yang merusak pada kesehatan mental mereka, termasuk kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Keempat, Stres Akademik. Beban akademik yang berat, tekanan dari guru atau orang tua, dan harapan yang tidak realistis dapat menyebabkan stres berlebih pada anak dan berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.

Kelima, Media Sosial. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan gangguan tidur pada anak-anak. Anak-anak yang terlalu sering menggunakan media sosial juga dapat mengalami masalah dengan harga diri dan kecanduan. Keenam, Kurangnya Dukungan Sosial. Anak-anak yang merasa terisolasi dan tidak memiliki dukungan sosial yang cukup dari keluarga, teman, atau komunitas dapat mengalami masalah kesehatan mental.

Ketujuh, Gangguan Fisik. Beberapa gangguan fisik, seperti diabetes atau asma, dapat mempengaruhi kesehatan mental anak dengan menyebabkan stres dan perasaan tertekan. Kedelapan, Lingkungan Rumah yang Tidak Sehat. Lingkungan rumah yang tidak sehat, seperti kebisingan yang berlebihan atau kekacauan, dapat menyebabkan stres dan gangguan kesehatan mental pada anak. Kesembilan, Konflik dalam Keluarga. Konflik dalam keluarga, seperti perceraian atau perselisihan antara orang tua, dapat berdampak negatif pada kesehatan mental anak.

Secara umum ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan mental, di antaranya: Pertama, Pendidikan Kesehatan Mental: Metode ini melibatkan penyebaran informasi tentang kesehatan mental melalui seminar, workshop, atau diskusi kelompok. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang masalah kesehatan mental dan bagaimana mengelola stres, kecemasan, dan masalah emosional lainnya.

Keduam Terapi Psikologis. Terapi psikologis seperti kognitif behavioral therapy (CBT) dan terapi perilaku kognitif (CBT) dapat membantu individu memperbaiki pola pikir yang salah dan mengatasi masalah emosional yang mendasarinya. Ketiga, Kelompok Dukungan. Kelompok dukungan adalah cara bagi individu yang mengalami masalah kesehatan mental untuk berinteraksi dengan orang lain yang mengalami masalah yang sama. Ini dapat membantu individu merasa didukung dan memperoleh keterampilan untuk mengatasi masalah mereka.

Keempat, Pelatihan Keterampilan. Pelatihan keterampilan melibatkan memberikan individu keterampilan dan strategi yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah emosional dan kesehatan mental. Contohnya, pelatihan relaksasi, keterampilan komunikasi, dan manajemen stres. Kelima, Terapi Farmakologi. Terapi farmakologi melibatkan penggunaan obat-obatan untuk mengatasi masalah kesehatan mental. Ini dilakukan dalam pengawasan medis dan dibawah pengawasan dokter.

Dalam Islam, kesehatan mental dianggap sangat penting karena kesehatan mental merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan. Dalam Islam, menjaga keseimbangan dan menghindari perilaku yang berlebihan, baik itu dalam hal pekerjaan, makan, atau beribadah, sangat penting untuk kesehatan mental. Islam mendorong umatnya untuk hidup seimbang, menghindari perilaku yang merusak kesehatan mental, dan berusaha untuk hidup sehat secara keseluruhan.

Islam mendorong umatnya untuk memiliki perhatian sosial yang kuat terhadap sesama manusia, terutama yang membutuhkan bantuan. Berkontribusi dan membantu sesama dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang dan memberikan rasa kepuasan. Islam menekankan pentingnya mengatasi stres dalam hidup sehari-hari, baik itu melalui meditasi, berdoa, atau menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan. Dalam Islam, seseorang diharapkan untuk mempercayai bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah dan bahwa setiap masalah dapat diatasi dengan kesabaran dan tawakal.

Islam memandang pentingnya pendidikan dan pengetahuan untuk membantu memahami kesehatan mental. Dalam Islam, seseorang diharapkan untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat, yang dapat membantu mereka memahami dan mengatasi masalah kesehatan menta. Islam memandang bahwa obat-obatan dan pengobatan medis dapat digunakan sebagai bagian dari pengobatan kesehatan mental, jika diperlukan. Pengobatan medis dianggap sebagai anugerah Allah dan dapat membantu seseorang dalam mengatasi masalah kesehatan mental.

Keluarga yang religius dapat memberikan dukungan yang bermanfaat bagi anak dalam mengatasi masalah kesehatan mental. Dalam beberapa kasus, praktik keagamaan dapat berfungsi sebagai terapi atau bentuk perawatan bagi anak-anak yang mengalami masalah emosional atau kesehatan mental. Disinilah keluarga muslim di bulan Ramadhan ini semestinya menyadari ini dan menjadikan suasana keluarga penuh dengan nilai-nilai agama untuk menciptakan suasana religius sebagai bagian dari penjagaan kesehatan mental anak.

Keluarga yang religius dapat memberikan dukungan emosional bagi anak-anak mereka dengan menawarkan tempat yang aman untuk berbicara tentang perasaan dan masalah mereka. Anak-anak dapat merasa nyaman membicarakan masalah kesehatan mental mereka dengan keluarga yang memahami nilai-nilai keagamaan mereka.

Keanggotaan dalam sebuah komunitas keagamaan Islam dapat memberikan rasa keterhubungan yang kuat bagi anak-anak, yang dapat membantu mereka merasa kurang terisolasi dan kesepian. Rasa keterhubungan ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mental dan membantu anak-anak merasa lebih termotivasi dalam mengatasi masalah mereka.

Beberapa ritual keagamaan dapat membantu anak-anak merasa tenang dan terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Praktik keagamaan seperti doa, zikir, membaca Al Qur’an adapat menimbulkan ketenangan hati. Keluarga religius dapat membantu anak-anak dalam memberikan makna pada pengalaman hidup mereka, dan nilai-nilai agama Islam dapat membantu anak-anak untuk memahami bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka.

Nah, sudah siap melakukan proses transformasi keluarga dalam rangka menjaga kesehatan mental anak ?


Oleh : DR Ahmad Sastra 
Naufal Afif
Naufal Afif Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Posting Komentar untuk "Ramadhan Sebagai Momentum Pendidikan Mental "