Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Silaturahmi sebagai Implementasi Religiusitas Seorang Kader

Seorang muslim harus menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Maka dari itu Islam mengajarkan agar setiap muslim senantiasa menjaga silaturahmi. Silaturahmi akan menyatukan yang terpisah, Mendekatkan yang jauh, dan mempererat tali persaudaraan. Sangat banyak keutamaan dan manfaat bagi orang yang menyambung silaturahmi. Mengenai anjuran silaturahmi, tertuang dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori. Adapun bunyi haditsnya sebagai berikut: "Man ahabba ayyubsatho lahu firrizqi, wayunsaa lahu fii atsarihi wal yashil rahimahu." Artinya: Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahim."

Silaturahmi bisa diartikan sebagai amalan utama yang mampu menyambung kembali apa-apa yang terputus. Silaturahmi juga bisa dilakukan kapan saja, termasuk di hari istimewa saat hari Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Umat Islam Indonesia memiliki budaya unik tentang hal ini, mereka akan beramai-ramai pulang dari tempat perantauan kekampung halaman untuk menyambung silaturahmi dengan keluarga dan kerabat nya di kampung halaman tempat dia lahir. Budaya ini sudah berjalan bertahun-tahun lamanya hingga saat ini.

Silaturahmi pula merupakan bentuk implementasi dari Tri-Kompetensi dasar. Melalui silaturahmi, religiusitas diaktualisasikan dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Dalam buku Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) terdapat istilah Tri-Kompetensi dasar, yang didalamnya termuat tiga poin yaitu religiusitas, intelektualitas, dan humanitas. Ketiganya merupakan bagian penting yang berada pada organisasi IMM. Setiap kader IMM wajib menguasai tri kompetensi dasar tersebut untuk menunjang konsep gerakan dari organisasi ini.

Dari Tri-Kompetensi dasar tersebut selanjutnya dituangkan menjadi profil kader ikatan, yang harapannya setiap kader dapat merealisasikan profil tersebut dalam kehidupannya. Pertama, memiliki keyakinan dan sikap keagamaan yang tinggi agar keberadaan ikatan di masa yang akan datang mampu memberi warna masyarakat yang mulai meninggalkan nilai-nilai agamawi. Kedua, memiliki wawasan dan kecakapan memimpin karena keberadaan kader ikatan bagaimanapun merupakan potensi umat dan kepemimpinan. 

Ketiga, Memiliki kecendikiawanan, mengingat spesialisasi dan profesionalisasi mempersempit cakrawala berpikir dalam sub-bidang kehidupan yang sempit. Dan keempat, memiliki wawasan dan ketrampilan berkomunikasi, mengingat bahwa masa yang akan datang industri informasi akan mendominasi sistem budaya kita. Hal ini juga inheren dengan watak Islam yang dalam keadaan apapun juga selalu siap melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar sebagai esensi dari komunikasi islamisasi. 

Dalam surat al-isra' ayat 26 Allah berfirman, "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin". Seolah-olah disitu Allah ingin mengatakan bahwa kepedulian terhadap kerabat juga harus dibarengi kepedulian pula terhadap orang miskin. Maka dengan momen hari raya Idul Fitri, harapannya dapat dimanfaatkan untuk menyambung silaturahmi sekaligus menumbuhkan kepedulian kepada orang-orang yang kurang mampu disekitar kita. Kesenjangan sosial yang masih sangat tinggi dapat menumbuhkan gerakan filantropi dan keberpihakan kepada kaum mustadhafin. 

Pengalaman keseharian kita bergelut dengan kaum tertindas memperluas kesadaran akan pemaknaan kembali humanitas berkaitan dengan kesengsaraan mereka, dan signifikansi ketidakberdayaan, ketidakpastian serta kelangkaan sebagai batu pijak membangun fondasi teologis untuk dan bersama orang-orang tertindas dan miskin. Meminjam istilah Zakiuddin Baidhowi, bahwa bangsa ini masih bergelut dengan kemiskinan murakab yaitu miskin mental, fakir moral, dhuafa sosial ekonomi, dan mustad'afin struktural. 

Ragamnya merentang dari korupsi yang membudaya, kolusi yang menggurita, fatsoen politik yang tumpul dan lumpuh, rasa malu yang sirna, hutang menumpuk, pengangguran melonjak, angka kemiskinan menggelembung, dan berbagai penindasan struktural yang memperoleh legitimasi kekuasaan dan hukum. Intinya, situasi kini berhadapan dengan kehadiran orang-orang geladangan, membludaknya angka pengangguran, dan kaum tertindas ditengah-tengah gelombang tekanan globalisasi yang tidak bersahabat bagi kebanyakan orang kecil. Ini semua tidak hanya menunjukkan krisis politik dan ekonomi, namun juga krisis spiritual yang tak terbantahkan. 

Religiusitas selain dimaknai dengan memiliki sikap keagamaan yang tinggi (kepatuhan terhadap syariat Islam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya), juga harus ditafsirkan berupa keberpihakan untuk kemanusiaan. "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS Al Isra ayat 26). Dalam prakteknya silaturahmi harus pula memberikan kemanfaatan bagi sanak-saudara, kerabat dekat dan kerabat jauh untuk kesejahteraan mereka. 

Intelektualitas dapat diartikan dengan memiliki pengetahuan atau ilmu yang cukup memadai. Berkenaan dengan hal ini Baginda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam senantiasa memotivasi umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu, "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah". Kata menuntut ilmu disini tidak terbatas hanya dengan belajar dibangku sekolah, karena ilmu dapat dicari di mana saja dan kapan saja, salah satunya adalah dengan jalan silaturahmi. 

Para aktivis biasa bersilaturahmi kepada para tokoh dan Ulama untuk meminta nasihat dan saran. Hal itu dilakukan untuk kepentingan bersama memajukan bangsa Indonesia. Lewat wadah yang barnama silaturahmi tersebut seringkali memperbincangkan problematika yang terjadi pada bangsa dan kehidupan masyarakat, lalu akhirnya mencari solusi bersama. Lewat hal ini lah para aktivis dapat belajar banyak dari pengalaman hidup para senior-senior mereka.

Humanitas dapat diartikan dengan perikemanusiaan atau memanusiakan manusia. Dalam hal ini IMM telah berkomitmen penuh untuk menjadi source of solution di tengah persoalan umat dan bangsa di tengah carut-marut nya konstelasi politik akhir-akhir ini. Disinilah dibutuhkan kemampuan menganalisis dan mengamati sosial masyarakat untuk mengetahui keadaan sesungguhnya rakyat bawah. Dengan bersilaturahmi kepada masyarakat bawah, diharapkan IMM dapat menampung keluh-kesah dari setiap problem tersebut, dan mencari solusi bersama.

Akhir kata, izinkan kami mengutip sebuah hadits, "Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah sholat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orangtua dan saudara." (HR Bukhari). Semoga dengan spirit Ramadhan ditambah hari yang istimewa, hari raya Idul Fitri dapat kita isi dengan menebar kebermanfaatan dan menebar senyuman bagi mereka yang masih serba kekurangan. Kita berdoa bersama kepada Allah untuk memperbaiki keadaan bangsa ini agar berjalan sebagaimana cita-cita para pendirinya. 


*Naufal Abdul Afif (PC IMM Kendal)
Naufal Afif
Naufal Afif Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Posting Komentar untuk "Silaturahmi sebagai Implementasi Religiusitas Seorang Kader"

4-comments