Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Idul Adha : sebagai Momentum Meneladani Kisah Nabi Ibrahim as.


Alhamdulillah, Allah masih memberikan nikmat untuk menunaikan hari raya Idul Adha pada tahun ini, sebuah hari raya yang menyimpan banyak hikmah bagi kita. Saudara-saudara kita yang sedang menunaikan rukun Islam terakhir, ibadah haji baru saja menyelesaikan puncak dari ibadah haji kemarin, yakni wukuf di Padang Arafah.

Di sisi dunia yang lain, kita merayakan Idul Adha dengan penuh kebahagiaan dan kesyukuran. Idul Adha tidak dapat kita lepaskan dari ketokohan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam. Beliaulah Bapak dari segala Nabi yang menjadi asbab turunnya syariat haji. Dengan demikian, sudah sepatutnya kita bisa meneladani kisah Beliau untuk menjadi inspirasi bagi kehidupan kita.

Nabiyullah Ibrahim merupakan Nabi yang sejak Beliau masih kecil memiliki kepribadian yang teguh. Keteguhan hatinya terlihat saat ia berjuang mencari Tuhan. Beliau menduga bulanlah Tuhan yang patut untuk disembah, namun keberadaannya tak abadi seiring bergantinya siang. menduga pula mataharilah Tuhan yang pantas diabdi, namun sinarnya sirna kala malam tiba.

Hingga ia menemukan Allah, Rabb satu-satunya yang patut dan pantas untuk disembah. Dan mendakwahi kaumnya untuk menyembah-Nya. Keteguhan hatinya pun diuji saat Ia menentang kemusyrikan Raja Namrud. Keberadaan berhala yang senantiasa disembah kaumnya meresahkan hati Ibrahim. Tak dapat dicerna akal, bagaimana mungkin kita berharap pada benda yang kita buat sendiri, dan memohon perlindungan dari seonggok batu yang diberi nama oleh kita pula. Dihancurkannyalah seluruh berhala di saat kaumnya sedang pergi, kecuali satu yang terbesar. Dengan kecerdasannya, Ibrahim mampu menjawab dengan tegas ketika Namrud menanyakan “Siapa yang berbuat kerusakan pada tuhan-tuhan kami?”, dijawablah “Tanyakanlah pada patung yang terbesar, yang padanya berkalungkan kapak yang besar”. Namrud pun menjawab dengan penuh hardik, “Mana mungkin patung ini dapat memenggal patung lainnya?”. Maka Nabi Ibrahim pun menjawab, “ Maka bagaimana bisa kita mengharap pada sesuatu yang dia sendiri pun tak bisa berbuat  apa-apa?”.

Dari kisah inilah kita perlu belajar untuk menjadi pribadi yang cerdas dan teguh pada pendirian tauhid. Dengan hanya menjadikan Allah sebagai tujuan, kita pun pasti dilindungi oleh Allah SWT dari segala marabahaya dan tipu daya. Di saat kemurkaan Namrud semakin menjadi, ia pun memerintahkan Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup. Tak mampu ia mengalahkan kecerdasannya, dibunuhlah saja orang yang membuatnya malu.

Akan tetapi, tak mungkin Allah meninggalkan hamba-Nya yang taat. Diperintahkanlah oleh Allah agar api tersebut menjadi dingin dan sejuk. Qul ya naarukuunii bardan wa salaaman ‘ala Ibraahiim. Keselamatan atas Ibrahim dari api yang notabenya merupakan makhluk Allah juga menjadi kisah abadi yang terpatri dalam Al Quran.

Pada kisah yang lain, yakni ketika ia meninggalkan istrinya, Hajar, di padang pasir tandus dan kering di semenanjung Arabia. Tak akan mau seorang perempuan ditinggalkan di tengah gurun yang sepi oleh suami tercinta, kecuali ia memiliki keimanan pada Allah yang luar biasa. Dan tidak akan mungkin muncul keimanan yang besar pada diri seorang istri, melainkan atas didikan suaminya yang juga pribadi yang shaleh. Hajar pun ditinggalkan Ibrahim, namun ia yakin berada dalam rahmat Allah ta’ala. 

Di tengah kekhawatirannya atas anaknya, Allah anugerahkan melalui Jibril hentakan kaki Ismail kecil yang mencurahkan mata air. Sejak saat itulah, air zam-zam menjadi air yang terus mengalir hingga saat ini, meski berada di tengah gurun pasir. Dari perjuangan Hajar tersebut, diharuskanlah para jamaah haji melaksanakan Sa’i. berlari kecil antara bukit Safa ke bukit Marwa. Ibrahnya, sudah sepatutnya kita berjuang untuk mengasihi anak kita, karena tak mungkin Allah menelantarkan hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya.

Tak hanya mendidik istri untuk menjadi taat, namun juga anaknya. Di saat Ismail beranjak remaja, Allah menguji Nabi Ibrahim dengan memberikan mimpi untuk menyembelih anaknya. Nabi Ibrahim pun menanyakan pada Ismail mengenai mimpi tersebut. Dengan kerendahan hati, Ismail pun paham bahwa bapaknya adalah seorang Nabi, dan mimpi itu tidak lain adalah Firman Allah SWT.

Sembari meneguhkan hati, Ia pun menjawab dengan yakin, “Duhai ayahku, laksanakanlah apa yang telah Allah perintahkan padamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai hamba-Nya yang sabar”. Akhirnya Allah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya kepada Nabi Ibrahim, dengan menggantikan anaknya yang akan disembelih dengan seekor hewan yang besar. Dan dengan itulah kita disyariatkan menyembelih hewan qurban pada Idul Adha.

Hikmahnya, ketika orang tua dan anak sama-sama berada pada jalan ketaatan pada Allah, Allah lah yang akan menganugerahi dengan untaian rahmat yang tak terhingga. Tentu, beberapa kisah yang telah disebutkan di atas tak mampu menggambarkan sepenuhnya pribadi Nabi Ibrahim yang amat mulia. Beliaulah Nabi yang berjuluk Khalilullah, hamba terkasih Allah. Beliaulah Nabi yang berjuang pada medan dakwah yang berat, namun dilaluinya dengan ketaatan, hingga Beliau mendapat predikat sebagai Ulul Azmi. Hingga kini, kehidupan Nabi Ibrahim As. amat relevan untuk kita teladani. 

Berpegang teguh pada ajaran tauhid, berani bertindak di saat kita berada pada jalan yang benar, tidak tunduk pada kezhaliman penguasa, mampu mendidik keluarga menjadi taat dan menciptakan generasi yang shaleh, adalah sedikit dari sekian banyak hikmah yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim. Kini, sejalan dengan perayaan Idul Adha, sebagai umat muslim marilah kita bersama-sama mengamalkan syariat yang diturunkan oleh Beliau.

Sebagaimana yang telah disebutkan pada Qur'an Surat Al-Mumtahanah, Ayat 4 yaitu ;

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَ ةٌ حَسَنَةٌ فِىٓ إِبْرَا هِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya,” (Q.S. Al-Mumtahanah, Ayat 4).

Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kita kekuatan iman dan kemampuan beramal di sisa hidup kita, serta kekuatan untuk senantiasa meneladani Nabi Ibrahim 'Alaihissalaam. Aamiin.


Penulis : Juan Ardha Sandika Rachman (Sekretaris Bidang Apresiasi Seni Budaya dan Olahraga PD IPM Kabupaten Nganjuk)

Editor : Septi Sartika (Tim Redaksi IMM.Pos)

Posting Komentar untuk "Idul Adha : sebagai Momentum Meneladani Kisah Nabi Ibrahim as."