Perlunya Keadaban Digital Warganet Muda Muhammadiyah
Pada era modern sekarang ini atau bisa juga disebut sebagai era digitalisasi, di mana kemunculan media baru (internet) di Indonesia sejak tahun 1999 dan telah membawa perubahan yang tidak sedikit dalam kehidupan masyarakat. Pada kenyataannya, temuan J.C.R. Licklider, Ilmuwan asal Amerika itu mampu menjadi medium dunia modern dalam melakukan segala aktivitas baik ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Kehadiran internet juga melahirkan satu varian masyarakat baru yang sekarang ini dikenal dengan sebutan netizen atau warganet.
Mengenal warganet, atmosfer peneliti media dari Arizona State University yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto dalam bukunya "Media Komunikasi Politik" mengatakan bahwa, "Warganet adalah mereka yang umumnya memiliki kecenderungan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka keterlibatannya di masyarakat, politik dan partisipasi pemerintah,"
Dalam pengertian inilah sebagai contoh misalnya salah satu siaran televisi nasional yang cukup populer yakni TVOne, MNC Group, dan lainnya bahwa Indonesia sering mengangkat tema diskusi sesuai dengan survei tanggapan warganet di media sosial. Apalagi, sesuatu hal yang menjadi popularitas di media sosial seperti kasus-kasus atau isu-isu yang akhir-akhir ini diperbincangkan di dunia maya.
Hal ini menggambarkan suatu keadaan bahwa aktivitas warga Indonesia di media sosial menentukan dalam bahasa yang lebih ringan dan turut mempengaruhi pandangan masyarakat pada kehidupan sosial dan politik. Dengan arus informasi yang berkembang di media sosial, lewat tangan-tangan warganet mendominasi khalayak dunia cyber. Oleh karenanya, cukup relevan dengan meminjam bahasa Gun Gun sebagai teknologi informasi memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan produksi, reproduksi dan distribusi pengetahuan secara signifikan. Apalagi proses penyebaran berita atau informasi di media sosial yang sangat cepat sekali pergerakannya dari kancah nasional hingga internasional.
Seperti yang telah dikatakan oleh Mossberger, dalam keseharian masyarakat, benar-benar membuktikan bahwa internet dan perangkat aplikasinya seperti media sosial (medsos) yang telah menjadi saluran utama dalam berbagai kepentingan. Hal ini termasuk dalam satu sisi dapat membawa pengaruh positif secara bersamaan, namun di sisi lain juga dapat membawa dampak negatif yang dapat membawa pengaruh yang buruk bagi para masyarakat sekitar.
Pada sisi positifnya, perkembangan teknologi digital untuk mempercepat aktivitas kehidupan di muka bumi. Namun teknologi digital juga bisa menampakkan berbagai macam persoalan. Sebagai contoh hoax dan ujaran kebencian. Coba kita lihat dan perhatikan bersama, beragam kanal media sosial yang ada, caci maki dan provokasi menjadi menu harian yang sudah menjadi konsumsi bagi para warganet.
Di samping itu, lazimnya persoalan hoax dan ujaran kebencian memuncak sesuai dengan dinamika politik yang ada dalam kehidupan nyata. Hal ini membuktikan bahwa netizen yang mayoritasnya diisi oleh kalangan anak muda dalam keadaan krisis dalam berpikir filosofis. Faktanya, ada kecenderungan instan menelan sesuatu mentah-mentah dan serba cepat. Daya berpikir yang lemah dapat mempengaruhi pandangan kita sebagai warganet untuk menangkap segala sesuatu di media sosial. Sehingga perlunya kita untuk berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya mendalam dan mencari sesuatu di balik sesuatu. Agar informasi yang telah kita dapatkan bisa menjadi bahan yang relevan dengan informasi yang ada di media sosial.
Perkembangan teknologi digital tidak terlepas dari kehidupan kaum muda Muhammadiyah (generasi milenial). Oleh karenanya, sebagai digital native anak muda Muhammadiyah harus memiliki tanggung jawab secara penuh untuk berperan aktif untuk membawa narasi dan konten positif dalam rangka pembangunan keadaban digital. Keadaban digital yang dimaksud adalah kehidupan dunia cyber yang santun, ramah, jujur, dan mengedepankan kritisme serta moralitas beradab.
Dengan demikian, sikap kritis, analisis filsafat menjadi kebutuhan karena bertindak sesuai dengan sandaran filsafat dapat menjadi dasar utama bagi kaum muda Muhammadiyah dalam menjalani hiruk pikuk persoalan dunia cyber. Selain sikap kritis, analisis filsafat juga terdapat sikap bijak. Dalam arti kata bijak yaitu bijak dalam menggunakan teknologi dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dan bukan untuk kepentingan pribadi saja, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat sekitar.
Artinya, selain cakap berteknologi, kaum muda Muhammadiyah juga harus memiliki pemahaman dan kemampuan berpikir logis dan analitis (filosofis) yang baik. Karena pada dasarnya, keteladanan yang diberi oleh K.H Ahmad Dahlan adalah kebijaksanaan akal pikiran dan tindakan. Beliau adalah orang yang berpikir risau dan gelisah terhadap keadaan umat dan bangsa pada saat itu. Sehingga berbagai langkah yang telah beliau lakukan dapat dilestarikan hingga hari ini.
Hal itu bisa kita lihat ketika pada masanya beliau mampu membaca fenomena sosial dan tantangan cara kritis dan mendalam kemudian merumuskan solusi untuk menjawab keadaan. Pendiri Muhammadiyah itu secara kritis mampu untuk melihat problematika masyarakat pinggiran keraton yang miskin terbelakang, sehingga langkah awal yang dilakukan adalah untuk memberi santunan, layanan, dan pencerahan lewat pendidikan. Beliau tak hanya berdakwah dengan benceramah bil lisan tetapi juga dengan bil hal.
Padahal hal itu tidak dilakukan oleh kebanyakan orang pada saat itu. Artinya, K.H Ahmad Dahlan tidak berpikir yang mendalam maka tidak mungkin jika ada gerakan yang lestari hingga masa kini menembus abad ke-21. Ilustrasi yang digambarkan oleh kyai Dahlan itu pertanda bahwa Beliau memiliki kesadaran filsafat yang sangat baik. Di tengah hiruk pikuk persoalan yang ada, beliau tidak ikut terbuai. Bahkan, beliau mampu menawarkan solusi kepada masyarakat. Dan terbukti hingga saat ini keteladanan beliau masih tetap hidup walaupun berbeda era dan tantangan. Sikap seperti itulah yang perlu dicontoh oleh kaum muda Muhammadiyah pada dunia sekarang ini. Karena dunia adalah bagian dari lahan dakwah di era kekinian.
Dalam analogi sederhana, berfilsafat di dunia digital meliputi tiga tahap apabila kebanyakan warganya tergoncang dengan suatu wujud informasi yang diterimanya di media sosial, dalam sistematika filsafat hal tersebut baru sampai pada tahap 'ontologi', yakni tahap pertama dari filsafat yang menafsirkan sesuatu terbatas pada yang tampak.
Warganet yang berpikir filosofis tidak terbuai hanya apa saja yang dapat didepan matanya, tetapi ia juga membaca, menelaah, bertanya, juga mencari apa sesungguhnya yang terjadi. Hal itulah yang dimaksud dengan 'epistemologi'.
Setelah melewati dua sistematika; ontologi dan epistemologi. Maka, warganet itu akan masuk pada tahap 'aksiologi'. Tahap terakhir itu filsafat yang merupakan terletak di mana nilai kegunaan menyatu kebenaran, sehingga tujuan serta fungsi dari suatu informasi dapat difahami dengan baik dan benar.
Terakhir, untuk membentuk peta pondasi kritis yang kuat dikatakan kaum muda Muhammadiyah, ada dua hal yang bisa ditempuh; Pertama, internal komunitas anak muda baik, individu maupun komunal harus membangun tradisi intelektual yang baik dan dapat ditradisikan dengan bacaan dan kajian mengenai filsafat dasar. Seperti membedah buku filsafat atau kajian keilmuan dengan mengangkat tema tentang filsafat.
Kedua, lingkungan eksternal yang lebih besar Muhammadiyah lebih lewat lembaga pendidikannya yakni Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan perguruan tinggi perlu mendesain kurikulum khusus setiap jurusannya untuk mengarahkan peserta didik dalam berpikir kritis. Itu artinya ada desain kurikulum yang sangat konsekualisasikan sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Masalahnya, seperti yang kita jumpai secara langsung di berbagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya ratusan tidak menerapkan mata kuliah filsafat secara merata di setiap bidang studi. Dan hanya beberapa Perguruan Tinggi saja di Indonesia yang menerapkan mata kuliah ilmu filsafat. Persoalan ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah untuk membina generasi muda menuju keadaban di dunia nyata maupun maya (digital).
Karena tentu, bagi Muhammadiyah maupun generasi muda (netizen) yang mengamini bahwa teknologi digital harus menjadi sarana media masyarakat modern dalam melakukan segala aktivitas mulai dari agama, ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan sebagainya yang berkemajuan dan juga memiliki keadaban yang baik dan santun.
Oleh karena itu, perlunya kita sebagai kaum muda Muhammadiyah untuk bisa menggunakan media sosial dengan sebijak-bijaknya dan menyaring sumber informasi dengan baik, agar tidak mudah terpengaruh oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Serta perlunya bagi kaum muda Muhammadiyah untuk selalu menjaga nilai-nilai adab dalam bermedia sosial. Sehingga, kaum muda Muhammadiyah dapat memiliki keadaban yang baik, sopan dan santun.
Penulis : Septi Sartika (Tim Redaksi Pelaksana IMM.Pos)
Posting Komentar untuk "Perlunya Keadaban Digital Warganet Muda Muhammadiyah"