Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

PK IMM Bung Karno Kupas Diskusi Tentang Marketplace Guru: Apakah sebuah Solusi atau Hanya sekedar Sensasi?

 


Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bung Karno Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah (STITM) Tanjung Redeb menggelar Diskusi Santai pada Ahad, (18/06/2023) yang berlangsung di salah satu cafe yang ada di Tanjung Redep.

Acara diskusi ini menghadirkan narasumber yaitu Sekretaris Pimpinan Daerah Forum Guru Muhammadiyah Berau yang merupakan seorang guru di SD Muhammadiyah Tanjung Redeb sekaligus pernah menjabat sebagai Ketua Umum PC IMM Berau 2019-2021. Beliau adalah Kakanda Masdar, S.Pd.

Acara ini diikuti oleh peserta diskusi yang merupakan mahasiswa dengan basic calon sarjana Pendidikan yang melek akan isu mengenai kondisi Pendidikan saat ini.

Dalam dunia mahasiswa, diskusi bukanlah hal yang tabu lagi bahkan ruang ruang diskusi dan sudah menjadi kebutuhan untuk mengisi intelektual serta pemuas untuk mereka yang haus akan ilmu. Karena pada dasarnya belajar dibangku perkuliahan hanya sebagian kecil, maka untuk memenuhi hal tersebut haruslah diimbangi dengan memperbanyak diskusi dan mengkaji apa yang sedang terjadi. Setidaknya hal ini menjadi gambaran bahwasanya, mahasiswa masih peduli dan peka terhadap kebijakan yang sedang hangat diperbincangkan di publik akhir-akhir ini.

Diskusi kali ini mengenai kebijakan Mendikbud mengenai perekrutan guru melalui “Marketplace”. Apakah Marketplace merupakan istilah dari kebijakan atau isi dari kebijakan tersebut. 

Jika ditinjau secara sekilas, maka akan menimbulkan persepsi bahwa guru seakan-akan diperjualbelikan dalam sebuah system. Untuk itu perlunya kita mengkaji atas kebijakan ini agar tidak hanya mengetahui luarannya saja namun dapat melihat kebijakan ini lebih dalam.

Seperti yang telah dibincangkan ramai di publik mengenai kebijakan tersebut di mana sekolah dapat merekrut guru melalui marketplace. Kebijakan ini bertujuan agar sekolah dapat merekrut guru sesuai dengan kompentensi yang dibutuhkan sekolah. Sebab di Indonesia, fakta yang terjadi di Pendidikan sekarang terdapat beberapa pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan basic Pendidikan yang pernah dikuasai dan bekompeten didalamnya. Sehingga, pembelajaran tidak maksimal dengan sempurna. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya faktor sumber daya yang berkompeten yang mengisi kekosongan bidang dalam suatu sekolah, sehingga memaksakan diri untuk mengisi bidang yang tidak linear.

Melihat dari segi pemenuhan SDM yang berkompeten mungkin kebijakan ini bisa menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Dalam Marketplace yang akan dirancang tersebut tidak semua guru dapat masuk. Yang dapat masuk hanya calon guru yang telah menyelesaikan PPG (Pendidikan Profesi Guru) dan juga bagi guru yang sudah lulus PPPK, namun belum mendapatkan penempatan. Dengan kebijakan ini diharapkan mampu meratakan pendistribusian guru-guru yang berkompeten.

Layaknya marketplace pada umumnya, maka di dalamnya juga akan ada branding. Namun branding kali ini adalah berupa kualitas dari guru itu sendiri, sehingga pentingnya setiap calon guru untuk terus meng-update kemampuan (skill) dan keilmuan yang telah dimiliki.

“Seorang guru adalah pembelajar, karena mereka harus terus belajar dan mengupgrade diri dan kemampuan mereka agar dapat mendidik siswa sesuai dengan perkembangan” ungkap Kanda Masdar.

Semua calon guru harus mampu meningkatkan kulaitas diri dan kemampuannya, apalagi dalam hal teknologi digital. Jika kita bergeser sedikit kebelakang, perbedaan antara kurikukulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka saja jelas sangat berbeda. Di mana dalam persiapan pengimplementasian kurikulum 2013 (K13), pemerintah banyak mengadakan pelatihan dan workshop langsung kepada guru-guru. Sehingga, mereka dapat belajar dan memahami secara langsung. 

Sedangkan dalam Kurikulum Merdeka ini, guru didorong untuk belajar sendiri melalui aplikasi. Dari 2 perbedaan kurikulum ini saja menuntut guru untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk dapat mempelajari mengenai system pembelajaran dan pengimplementasian Kurikulum Merdeka melalui aplikasi. Artinya, guru harus mengaupgrade diri dan bisa belajar secara mandiri.

Selain itu, melalui marketplace ini juga akan membantu mengorganisir pengalokasian dana untuk guru, sebab gaji dari guru keluaran marketplace ini akan langsung ditanggung oleh pemerintah melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Terlepas dari itu, marketplace ini nantinya akan dapat diakses oleh semua sekolah yang ada di Indonesia. Sehingga, sekolah dapat memilih guru dengan kualifikasi sesuai dengan yang mereka butuhkan. Jika benar nantinya kebijakan ini akan diberlakukan, maka perekrutan akan dilakukan berbasis teknologi. Sehingga, lebih cepat tanpa harus menunggu perekrutan massal seperti yang sebelum-sebelumnya dilakukan.

Namun yang menjadi dilema para peserta diskusi tersebut yang notabennya adalah calon pendidik ialah bagaimana jika setelah membranding diri di marketplace tersebut nantinya tetap belum juga diklik oleh sekolah manapun?.

Dalam perumpaan para calon guru masih berstatus digantung oleh system perekrutan guru yang akan diberlakukan tersebut. Dan apakah penantian mereka setelah melakukan branding akan nyata berujung direkrut atau masih meraba-raba?. Bagaimana jika pemberlakuan kebijakan Marketplace ini justru meningkatkan jumlah calon guru yang sulit mendapatkan pekerjaan?.

Jika kebijakan ini bertujuan untuk memikirkan masa depan para guru, maka pertanyaan dan kegelisahan para calon guru ini setidaknya menjadi pertiimbangan kembali. Tetapi, kembali kepada pandangan setiap orang mengenai kebijakan ini yang sebenarnya memiliki sisi positive tetapi karena pemilihan kata “Marketplace” yang seakan menjadikan guru sebagai barang jualan yang menimbulkan banyak kontroversi terutama dikalangan para calon pendidik.

Sehingga, kata Marketplace ini diasumsikan apakah sebagai sebuah solusi ataukah hanya sekadar sensasi. Ditutup dengan harapan yang memungkinkan agar kebijakan ini dapat dikaji kembali bagi seluruh kalangan dengan melihat sisi positif dan negatifnya.

Dan penggunaan kata “Marketplace” bisa dialihkan, agar Ketika melihat nama kebijakannya dapat memberikan vibes positif kep ada pembaca sebelum mengkaji. Semoga kebijakan yang akan ditetapkan dan diberlakukan akan dapat menjawab dan menyelesaikan permasalahan dan tugas untuk dunia Pendidikan saat ini. Dan menjadi pembaharu serta perkembangan positif untuk Pendidikan dimasa yang akan datang.



Penulis : Nur Heni  (Sekretaris Umum PC IMM Berau)

Editor  : Septi Sartika (Tim Redaksi Pelaksana IMM.Pos)

Posting Komentar untuk "PK IMM Bung Karno Kupas Diskusi Tentang Marketplace Guru: Apakah sebuah Solusi atau Hanya sekedar Sensasi?"

4-comments