Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Menghidupkan kembali tradisi Intelektual Kader

IMMpos - Islam adalah agama intelektual. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat wahyu ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang hanya dapat difahami oleh akal dan intuisi manusia. Wahyu pertama yang diturunkan pun memerintahkan kepada umatnya untuk membaca. Kemudian Al-Qur'an selalu dikaji dan berkembang menjadi sebuah peradaban baru dengan struktur konseptual yang kokoh dan universal. 

Dalam perkembangan dakwah merentasi berbagai suku bangsa di dunia, Islam tampak afirmatif kepada pengikutnya untuk dengan kesadaran penuh dan nalar, serta intelektual tanpa pemaksaan dalam berislam. "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik." (An-Nahl 125). 

KH Ahmad Dahlan dikenal luas oleh masyarakat sebagai tokoh Intelektual sekaligus ulama yang berfikir jauh melampaui zamannya. Problematika mendasar berkepanjangan umat manusia akibat penjajahan, penindasan, dan kesengsaraan yang ada di Indonesia, direnungkan dengan akal pikiran secara mendalam lalu dicarikan solusi transformatif berkemajuan guna kemaslahatan Islam dan umat manusia. "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar." (Ali Imran 104)

Dalam muktamar Muhammadiyah ke 46 tahun (2010) di Yogyakarta, yang dikenal sebagai muktamar 1 abad, disitu dirumuskan kondisi objektif yang dihadapi Muhammadiyah dalam perkembangannya saat ini. Dalam hal tersebut Muhammadiyah menemukan sebuah kelemahan yang kiranya harus diselesaikan untuk dicarikan solusi bersama.

Muhammadiyah menyadari kelemahan yang harus dan terus dikoreksi diperbaiki dan diperbarui diantaranya yaitu:

1. Kecenderungan Muhammadiyah sebagai gerakan Amaliah menjadikan kurang berkembangnya pemikiran dengan baik, sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran Islam dan kebangsaan di Indonesia ataupun perkembangan peradaban dunia.

2. Perkembangan amal usaha yang sangat pesat secara kuantitatif belum belum berbanding lurus lurus dengan peningkatan kualitas yang sepadan sehingga dapat dirasakan kurang memiliki daya saing yang tinggi serta kurang memberikan sumbangan yang luas dan inovatif bagi perkembangan bangsa.

3. Pertumbuhan organisasi yang semakin besar seringkali membuat Muhammadiyah cenderung birokratis atau lamban dalam menghadapi isu yang sifatnya nya insidental.

4. Muhammadiyah yang telah begitu besar juga dinilai belum optimal menyentuh masyarakat atau rakyat di akar rumput terutama yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidup seperti buruh, petani, nelayan dan kaum (dhuafa) lemah serta mustadh'afin dan tertindas sehingga menimbulkan kesan gerakan islam ini hanya bergerak dilingkungan atas atau perkotaan.

Tantangan bagi IMM 

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dengan tri kompetisi dasar nya berupa Religius, Intelektual dan humanitas, harus dapat ikut serta menjawab tantangan ini. Visi IMM, "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam mencapai tujuan Muhammadiyah." Harus kembali diejawantahkan dalam setiap kegiatan dan program nyata ikatan. 
Namun semakin kesini penulis rasakan ada kejenuhan dari para kader untuk berdialektika, menganalisis problematika kekinian untuk dipecahkan bersama.

Dalam Latihan Instruktur Dasar (LID) yang diadakan Pimpinan Cabang IMM Sukoharjo, pada 17 November 2021, mengangkat tema "Kulminasi peran Instruktur dalam matiknya pengkaderan". Hal itu merupakan analisa para pengurus di Cabang tersebut yang melihat bahwa pengkaderan memang sungguh telah di urat nadi kematian, yang artinya salah satu proses pengkaderan formal berupa transfer knowledge atau ilmu kepada kader dirasa mandek.

Kulminasi merupakan titik puncak atau maksimum sebuah keadaan yang sudah tidak bisa lagi dikesampingkan. Matinya dialektika intelektual dilingkungan kampus dapat diartikan sebagai sebuah realitas menurunnya kualitas dari kader itu sendiri. Hal itu berawal sejak pandemi Covid-19 yang telah berlangsung kurang lebih dua tahun. Sehingga mengakibatkan adanya stagnasisasi gerakan dan matinya pengaderan.

Kondisi ini masih terus berlangsung hingga hari ini. Tradisi Intelektual untuk berdiskusi atau pergulatan narasi masih mengalami kemandekan yang lumayan lama. Mulai dari kondisi kader yang kebanyakan berada di kampung halaman, hingga vakumnya perkuliahan secara tatap muka (PTM) Mengakibatkan minimnya pergerakan Ikatan. Disini begitu terlihat bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) belum sepenuhnya siap menghadapi tantangan tak terduga berupa wabah Covid ini.

Disitu harus dicarikan solusi berupa inovasi mengembalikan tradisi Intelektual di era pandemi, mulai perkaderan formal hingga perkaderan yang sifatnya non-formal. Forum-forum harus mulai dihidupkan kembali, nalar kritis kader harus kembali diasah untuk turut menyikapi masalah masalah sosial baru seperti isu-isu pelanggaran hak asasi manusia kemiskinan struktural dampak buruk globalisasi perdagangan manusia perusakan lingkungan hidup korupsi dan kejahatan kerah putih dan masalah-masalah demoralisasi yang semakin meluas dalam kehidupan bangsa. Ikatan mahasiswa Muhammadiyah harus turut mengawal kehidupan politik bangsa dan menjadi representasi Masyarakat menyuarakan keadilan.
Naufal Afif
Naufal Afif Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

Posting Komentar untuk "Menghidupkan kembali tradisi Intelektual Kader"

4-comments