Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

DIKADER KARENA AYANG

Setiap organisasi pasti memiliki upaya regenerasi untuk menyemai bibit-bibit penerus. Upaya ini biasa disebut dengan kaderisasi, yaitu serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk mempersiapkan individu-individu agar berperan dalam organisasi dan mengembangkan kepemimpinan (David A. Whetten dan Kim S. Cameron, 2019). Tiap organisasi punya strategi tersendiri untuk menggaet calon-calon kader ikut kaderisasi, baik itu dengan kampanye lewat aksi, hingga unjuk sensasi. Di sisi lain, peran personal dari kader suatu organisasi juga sangat penting untuk menarik hati calon kader agar mau dikader. Biasanya seorang kader akan mengakrabkan diri secara personal dengan calon kader lewat obrolan ringan, yang kemudian akan berlanjut pada interaksi yang lebih intens lagi. Pengakraban seperti ini bisa disebut dengan pendekatan emosional, karena menggugah perasaan dan emosi seseorang untuk mengikuti sesuatu, dalam hal ini adalah ketertarikan calon kader untuk dikader.

 Namun dalam beberapa kasus, ketertarikan calon kader untuk dikader ini justru tertuju pada hal lain. Kedekatan emosional yang sudah terjalin malah menumbuhkan benih-benih perasaan. Ya, perasaan sayang lebih tepatnya. Tidak jarang dari pendekatan emosional ini calon kader atau kader itu sendiri malah jatuh hati satu sama lain, sehingga niat untuk bergabung/berada di organisasi itu agaknya sedikit tercemar. Calon kader ingin dikader agar bisa masuk organisasi karena ada “Ayang” nya dan begitupun sebaliknya, seorang kader ingin aktif di organisasi karena ada kekasih hati. Perkaderan yang seharusnya menjadi momen untuk penanaman ideologi dan militansi, malah dijadikan untuk semakin dekat dengan “Ayang”. Hasil kader seperti ini biasanya jadi kader “Panas-panas tahi ayam”, kader yang tidak punya kesungguhan untuk berorganisasi dengan baik.

 Saya pribadi tidak sepenuhnya menyalahkan fenomena “Dikader karena Ayang” ini. Namun alangkah baiknya fenomena ini sebaiknya dihindari, sebab ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Adanya interaksi perasaan lebih dari yang lain di satu organisasi, bisa menyebabkan efek domino bagi organisasi itu sendiri. Organisasi itu esensinya adalah sekumpulan orang yang bertujuan sama, jika tujuannya sudah tidak sama satu sama lain, apakah organisasi bisa maju? Tentu sulit. Lebih-lebih jika mereka yang jatuh hati itu putus atau bermasalah di tengah jalannya organisasi, bisa saja organisasi jadi kena batunya. Bayangkan saja jika ada sepasang kader satu organisasi saling galau, kemudian diajak rapat yang tentu bisa mempertemukan keduanya, bukan tidak mungkin mereka akan mengabaikan ajakan itu. Hubungan hati itu dasarnya adalah perasaan, sehingga sifatnya abstrak tak karuan. Sementara organisasi menuntut adanya pemikiran, bukan sekedar perasaan. 


Oleh : Immawan Faishal Hazza (Kader PK IMM FAI UMY)
Naufal Afif
Naufal Afif Editor Kuliah Al-Islam, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun Bogor, Ketua Umum IMM UIKA 2018-2020

1 komentar untuk "DIKADER KARENA AYANG"

4-comments